PAPER
“Etika
Profesionalisme Seorang Auditor”
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Etika dan Profesionalisme TSI ”
Disusun
Oleh :
1. Firsty
Nurhafitry (13113524)
2. M
Andrew Aprianto
3. Revano
P
4. Shifa
A (18113444)
Kelas
4KA17
Fakultas Ilmu Komputer dan
Teknologi Informasi
Universitas Gunadarma
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT, karena berkat taufik dan
hidayahnya, kami dapat menyusun paper ini.
Kami
menyadari paper ini masih terdapat kekurangan, namun demikian berharap paper
ini dapat menjadi bahan rujukan dan semoga dapat menambah pengetahuan bagi
mahasiswa-mahasiswi Universitas Gunadarma, adapun paper kami ini berjudul
“Etika Profesionalisme Seorang Auditor”
Kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan paper ini terutama kepada Bapak Budi Setiawan S.KOM.,MM.SI, selaku
dosen mata kuliah Etika dan Profesionalisme TSI.
Dengan
segala hormat kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak untuk penyempurnaan paper ini.
Depok, 31 Maret 2017
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat saat ini memang berpengaruh besar
terhadap kehidupan manusia dan seolah menjadi kebutuhan bagi manusia, namun
secara tidak langsung telah merubah nilai-nilai moral masyarakat karena marakya
penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi.
Oleh karena itu sebagai seseorang auditor yang nantinya
akan berkecimpung dalam dunia Teknologi Sistem Informasi diperlukan adanya
pendidikan etika sebagai profesional TI agar dapat memiliki kesadaran diri
untuk meggunakan dan memanfaatkanya secara positif.
Komputer sekarang adalah media penyimpanan modern, aset
yang dapat dinegoisasikan, sebagai tambahan bentuk baru aset dalam diri mereka
sendiri. Komputer juga melayani sebagai instrument kegiatan ,sehingga tingkatan
dimana provider layanan komputer dan user harus bertanggung jawab bagi
integritas output komputer menjadi sebuah persoalan. Lebih jauh lagi kemajuan
teknologi seperti Artificial intelligence, mengancam untuk menggantikan manusia
dalam kinerja beberapa tugas, mengambil proporsi menakut-nakuti. Kebutuhan
terhadap profesionalisme dalam wilayah penyedia layanan (service provider)
dalam industri komputer, sebagaimana bagian sistem personal yang mendukung dan
memelihara komputer teknologi, benar-benar diakui.
Kode etik adalah konsekuensi alamiah realisasi komitmen
mewarisi keamanan penggunaan teknologi komputer baik sektor publik dan swasta.
Ada kebutuhan paralel bagi profesionalisme pada bagian pengguna sistem
komputer, dalam terminologi tanggung jawab mereka untuk beroperasi secara legal
dengan respek penuh dalam urutan yang benar. User harus dibuat sadar terhadap
resiko operasi ketika sistem sedang digunakan atau diinstal, mereka memiliki
tanggung jawab untuk mengidentifikasi dan mengejar penyelewengan dalam hal
keamanan. Ini akan memberikan sikap etis dalam komunitas pengguna termasuk auditor.
Rawannya penggunaan computer terhadap hal yang merugikan
bagi pengguna, pengetahuan tentang pelanggaran auditor dan etika seorang auditor
diharapkan mampu memberikan gambaran bagi pengguna umum untuk mewaspadai
kejahatan di dunia IT dan bagi seorang auditor agar tahu kode etik sehingga
tidak merugikan orang lain dan dirinya terhadap hukuman yang berlaku.
1.2
Maksud
dan Tujuan
Maksud dari penulisan makalah ini adalah :
1.
Mengetahui akan pentingya etika dalam
pengggunaan teknologi (komputer) dan etika sebagai seorang auditor dibidang
Teknologi Sistem Informasi.
2.
Menambah wawasan mahasiswa dan penulis
tentang Etika dan Profesionalisme seorang Auditor
3.
Menerapkan nilai-nilai moral dan etika dalam
kehidupan sehari-hari.
Adapun tujuan peulisan makalah ini yaitu untuk Memenuhi
tugas mata kuliah Etika dan Profesionalisme TSI.
1.3
Metode
Penulisan
Metode penulisan yang dilakukan dalam penulisan makalah
ini adalah dengan metode penulisan studi pustaka.
1.4
Perumusan
Masalah
Bagaimana etika-etika seorang progremer dan cara
menggunakan komputer dengan baik dan benar agar tidak terjadi hal-hal yang
merugikan bagi pengguna computer, dengan memperhatikan etika berdasarkan
prinsip-prinsip etis secara imperatif berlaku untuk perilaku seseorang sebagai
komputasi profesional.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Etika
Profesional Dibidang Teknologi Informasi
A.
Pengertian
Etika
Etika (praksis) diartikan sebagai nilai-nilai atau norma-norma moral
yang mendasari perilaku manusia. Etos didefinisikan sebagai ciri-ciri dari
suatu masyarakat atau budaya. Etos kerja,dimaksudkan sebagai ciri-ciri dari
kerja, khususnya pribadi atau kelompok yang melaksanakan kerja, seperti
disiplin, tanggung jawab, dedikasi, integritas, transparansi dsb.
Etika (umum)
didefinisikan sebagai perangkat prinsip moral atau nilai. Dengan kata lain,
etika merupakan ilmu yang membahas dan mengkaji nilai dan norma moral. Etika
(luas) berarti keseluruhan norma dan penilaian yang dipergunakan oleh
masyarakat untuk mengetahui bagaimana manusia seharusnya menjalankan
kehidupannya.Etika (sempit) berarti seperangkat nilai atau prinsip moral yang
berfungsi sebagai panduan untuk berbuat, bertindak atau berperilaku. Karena
berfungsi sebagai panduan, prinsip-prinsip moral tersebut juga berfungsi
sebagai kriteria untuk menilai benar/salahnya perbuatan/perilaku.
B.
Pengertian Profesi dan Profesional
Profesi
adalah pekerjaan yang dilakukan berkaitan dengan keahlian khusus dalam bidang
pekerjaannya.
Profesional
adalah orang yang mempunyai atau menjalankan profesi dan hidup dari pekerjaan
itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Setiap profesional
berpegang pada nilai moral yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur.
Dalam melaksanakan tugas profesinya, para profesional harus bertindak objektif,
artinya bebas dari rasa malu, sentimen , benci, sikap malas dan enggan
bertindak.
Seorang profesional
dituntut memiliki :
1.
Pengetahuan
2.
Penerapan keahlian
3.
Tanggung jawab sosial
4.
Pengendalian diri
5.
Etika bermasyarakat sesuai dengan profesinya.
C.
Peranan
Etika dalam Profesi Auditor
Audit membutuhkan pengabdian yang
besar pada masyarakat dan komitmen moral yang tinggi. Masyarakat menuntut untuk
memperoleh jasa para auditor publik dengan
standar kualitas yang tinggi, dan menuntut mereka untuk bersedia
mengorbankan diri.
Itulah
sebabnya profesi auditor menetapkan standar teknis dan standar etika yang harus
dijadikan panduan oleh para auditor dalam melaksanakan audit
Standar
etika diperlukan bagi profesi audit karena auditor memiliki posisi sebagai
orang kepercayaan dan menghadapi kemungkinan benturan-benturan kepentingan.
Kode etik atau aturan etika profesi audit menyediakan panduan bagi para
auditor profesional dalam mempertahankan diri dari godaan dan dalam mengambil
keputusan-keputusan sulit. Jika auditor tunduk pada tekanan atau permintaan
tersebut, maka telah terjadi pelanggaran terhadap komitmen pada prinsip-prinsip
etika yang dianut oleh profesi.
Oleh karena
itu, seorang auditor harus selalu memupuk dan menjaga kewaspadaannya agar tidak
mudah takluk pada godaan dan tekanan yang membawanya ke dalam pelanggaran
prinsip-prinsip etika secara umum dan etika profesi. etis yang tinggi; mampu
mengenali situasi-situasi yang mengandung isu-isu etis sehingga memungkinkannya
untuk mengambil keputusan atau tindakan yang tepat.
D.
Pentingnya
Nilai-Nilai Etika dalam Auditing
Beragam masalah etis berkaitan
langsung maupun tidak langsung dengan auditing. Banyak auditor menghadapi
masalah serius karena mereka melakukan hal-hal kecil yang tak satu pun tampak
mengandung kesalahan serius, namun ternyata hanya menumpuknya hingga menjadi
suatu kesalahan yang besar dan merupakan pelanggaran serius terhadap
kepercayaan yang diberikan.
Untuk itu
pengetahuan akan tanda-tanda peringatan adanya masalah etika akan memberikan
peluang untuk melindungi diri sendiri, dan pada saat yang sama, akan membangun
suasana etis di lingkungan kerja.
Masalah-masalah
etika yang dapat dijumpai oleh auditor yang meliputi
permintaan atau tekanan untuk:
- Melaksanakan
tugas yang bukan merupakan kompetensinya
- Mengungkapkan
informasi rahasia
- Mengkompromikan integritasnya dengan melakukan pemalsuan, penggelapan,
penyuapan dan sebagainya.
- Mendistorsi
obyektivitas dengan menerbitkan laporan-laporan yang menyesatkan.
E.
Dilema
Etika
Dilema etika adalah situasi yang
dihadapi seseorang di mana keputusan mengenai perilaku yang pantas harus
dibuat.
Auditor
banyak menghadapi dilema etika dalam melaksanakan tugasnya. Bernegosiasi dengan
auditan jelas merupakan dilema etika.
Ada beberapa
alternatif pemecahan dilema etika, tetapi harus berhati-hati untuk menghindari
cara yang merupakan rasionalisasi perilaku tidak beretika.
Berikut ini
adalah metode rasionalisasi yang biasanya digunakan bagi perilaku tidak
beretika:
1.
Semua orang
melakukannya. Argumentasi yang mendukung penyalahgunaan pelaporan pajak,
pelaporan pengadaan barang/jasa biasanya didasarkan pada rasionalisasi bahwa
semua orang melakukan hal yang sama, oleh karena itu dapat diterima.
2.
Jika itu
legal, maka itu beretika. Menggunakan argumentasi bahwa semua perilaku legal
adalah beretika sangat berhubungan dengan ketepatan hukum. Dengan pemikiran
ini, tidak ada kewajiban menuntut kerugian yang telah dilakukan seseorang.
3.
Kemungkinan ketahuan dan konsekuensinya. Pemikiran ini bergantung pada
evaluasi hasil temuan seseorang. Umumnya, seseorang akan memberikan hukuman (konsekuensi) pada temuan tersebut.
Pemecahan
Dilema Etika
•
Pendekatan
enam langkah berikut ini merupakan pendekatan sederhana untuk memecahkan dilema
etika:
1.
Dapatkan fakta-fakta yang relevan
2.
Identifikasi
isu-isu etika dari fakta-fakta yang ada
3.
Tentukan
siapa dan bagaimana orang atau kelompok yang dipengaruhi oleh dilema etika
4.
Identifikasi
alternatif-alternatif yang tersedia bagi orang yang memecahkan dilema etika
5.
Identifikasi
konsekuensi yang mungkin timbul dari setiap alternatif
6.
Tetapkan
tindakan yang tepat.
Kode Etik
Akuntan Indonesia
Etika
profesional bagi praktik akuntan di Indonesia ditetapkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia dan disebut dengan Kode Etik Akuntan Indonesia.
Dalam
hubungan ini perlu diingat bahwa IAI adalah satu-atunya organisasi profesi akuntan di Indonesia. Anggota IAI meliputi auditor dalam berbagai jenisnya
(auditor independen/publik, auditor intern dan auditor pemerintah), akuntan manajemen,
dan akuntan pendidik. Oleh sebab itu, kode etik IAI berlaku bagi semua anggota
IAI, tidak terbatas pada akuntan anggota IAI yang berpraktik sebagai akuntan
publik.
Kode Etik
Akuntan Indonesia mempunyai struktur seperti kode etik AICPA yang meliputi
prinsip etika, aturan etika dan interpretasi aturan etika yang diikuti dengan
tanya jawab dalam kaitannya dengan interpretasi aturan etika.
Prinsip-prinsip
etika dalam Kode Etik IAI ada 8 (delapan), yaitu:
1.
Tanggung
Jawab
2.
Kepentingan Umum
(Publik)
3.
Integritas
4.
Obyektivitas
5.
Kompetensi
dan Kehati-hatian Profesional
6.
Kerahasiaan
7.
Perilaku
Profesional
8.
Standar
Teknis
Kode Etik
INTOSAI
•
Kode etik
INTOSAI terdiri dari:
(1)
integritas,
(2)
independen, obyektif dan tidak memihak,
(3) kerahasiaan dan
(4) kompetensi.
•
Dalam paragaraf 15 dan 18, INTOSAI menyatakan bahwa auditor tidak hanya
bersifat independen terhadap auditan dan pihak lainnya, tetapi juga harus obyektif
dalam menghadapi berbagai masalah yang direviu.
Government
Accounting Standards dari US GAO
• Dalam paragraf 1.19, dinyatakan bahwa dalam melaksanakan tanggung jawab
profesionalnya, auditor harus menjaga :
1.
integritas,
2.
obyektifitas
dan
3.
independensi.
• Organisasi pemeriksa juga memiliki tanggung jawab dalam memberikan
keyakinan yang memadai bahwa
independensi dan obyektifitas dilaksanakan
dalam semua tahap penugasan.
Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) BPK
Berkaitan
dengan independensi, SPKN menyatakannya dalam standar umum kedua, yang berbunyi
“Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan
pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa baik pemerintahan maupun akuntan publik, harus bebas baik dalam sikap mental maupun penampilan dari gangguan pribadi, ekstern dan organisasi yang dapat mempengaruhi
independensinya.”
Hal yang
berkaitan dengan obyektif dinyatakan dalam paragraph 2.15, yaitu
–
“pemeriksa
harus obyektif dan bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest)
dalam menjalankan tanggung jawab profesionalnya.
Aturan Etika Kompartemen Akuntan Sektor Publik
Aturan etika
merupakan penjabaran lebih lanjut dari prinsip-prinsip etika dan ditetapkan
untuk masing-masing kompartemen.
Untuk
akuntan sektor publik, aturan etika ditetapkan oleh IAI Kompartemen Akuntan
Sektor Publik (IAI-KASP).
Sampai saat
ini, aturan etika ini masih dalam bentuk exposure draft, yang penyusunannya
mengacu pada Standard of Professional Practice on Ethics yang diterbitkan oleh
the International Federation of Accountants (IFAC).
Berdasarkan
aturan etika ini, seorang profesional akuntan sektor publik harus memiliki
karakteristik yang mencakup:
1.
Penguasaan keahlian intelektual yang diperoleh melalui pendidikan dan
pelatihan.
2.
Kesediaan
melakukan tugas untuk masyarakat secara luas di tempat instansi kerja maupun untuk auditan.
3.
Berpandangan
obyektif.
4.
Penyediaan layanan dengan standar pelaksanaan tugas dan kinerja yang tinggi.
Penerapan
aturan etika ini dilakukan untuk mendukung
tercapainya tujuan profesi akuntan yaitu:
–
bekerja
dengan standar profesi yang tinggi,
–
mencapai
tingkat kinerja yang diharapkan dan
–
mencapai
tingkat kinerja yang memenuhi persyaratan kepentingan masyarakat.
Oleh karena
itu, menurut aturan etika IAI-KASP, ada tiga kebutuhan mendasar yang harus
dipenuhi, yaitu:
1.
Kredibilitas
akan informasi dan sistem informasi.
2.
Kualitas
layanan yang didasarkan pada standar kinerja yang tinggi.
3.
Keyakinan
pengguna layanan bahwa adanya kerangka etika profesional dan standar teknis
yang mengatur persyaratan-persyaratan layanan yang tidak dapat dikompromikan.
Aturan etika IAI-KASP memuat tujuh prinsip-prinsip dasar perilaku etis auditor
dan empat panduan umum lainnya berkenaan dengan perilaku etis tersebut.
Ketujuh
prinsip dasar tersebut adalah: integritas, obyektivitas, kompetensi dan
kehati-hatian, kerahasiaan, ketepatan bertindak, dan standar teknis dan
profesional.
Empat
panduan umum mengatur hal-hal yang terkait dengan good governance,
pertentangan kepentingan, fasilitas dan hadiah, serta penerapan aturan etika bagi anggota
profesi yang bekerja di luar negeri.
Integritas
Integritas
berkaitan dengan profesi auditor yang dapat dipercaya karena menjunjung tinggi
kebenaran dan kejujuran. Integritas tidak hanya berupa kejujuran tetapi juga
sifat dapat dipercaya, bertindak adil dan berdasarkan keadaan yang sebenarnya.
Hal ini ditunjukkan oleh auditor ketika memunculkan keunggulan personal
ketika memberikan layanan profesional kepada instansi tempat auditor bekerja
dan kepada auditannya. Misalnya, auditor seringkali menghadapi situasi di mana terdapat berbagai alternatif penyajian
informasi yang dapat menciptakan gambaran keuangan atau kinerja yang
berbeda-beda. Dengan berbagai tekanan
yang ada untuk memanipulasi fakta-fakta, auditor yang berintegritas mampu
bertahan dari berbagai tekanan tersebut sehingga fakta-fakta tersaji seobyektif
mungkin.
Auditor perlu
mendokumentasikan setiap pertimbangan-pertimbangan yang diambil dalam situasi
penuh tekanan tersebut.
Obyektivitas
Auditor yang
obyektif adalah auditor yang tidak memihak sehingga independensi profesinya
dapat dipertahankan. Dalam mengambil keputusan atau tindakan, ia tidak boleh
bertindak atas dasar prasangka atau bias, pertentangan kepentingan, atau
pengaruh dari pihak lain.
Obyektivitas
dipraktikkan ketika auditor mengambil keputusan2 dalam kegiatan auditnya. Auditor yang obyektif adalah auditor yang
mengambil keputusan berdasarkan seluruh bukti yang tersedia, dan bukannya
karena pengaruh atau berdasarkan pendapat atau
prasangka pribadi maupun tekanan dan pengaruh orang lain.
Obyektivitas
auditor dapat terancam karena berbagai hal. Situasisituasi tertentu dapat
menghadapkan auditor pada tekanan yang mengancam obyektivitasnya, seperti
hubungan kekerabatan antara auditor dengan pejabat yang diaudit. Obyektivitas
auditor juga dapat terancam karena tekanantekanan pihak-pihak tertentu, seperti
ancaman secara fisik. Untuk itu, auditor harus tetap menunjukkan sikap rasional
dalam mengidentifikasi situasi-situasi atau tekanan-tekanan yang dapat
mengganggu obyektivitasnya.
Ketidakmampuan
auditor dalam menegakkan satu atau lebih prinsip-prinsip dasar dalam aturan
etika karena keadaan atau hubungan dengan pihak-pihak tertentu menunjukkan indikasi adanya kekurangan obyektivitas.
Hubungan
finansial dan non-finansial dapat mengganggu kemampuan auditor dalam
menjalankan prinsip obyektivitas. Misalnya, auditor memegang jabatan komisaris bersama-sama dengan auditan pada suatu perusahaan sedikit
banyak akan
mempengaruhi obyektivitas auditor tersebut ketika mengaudit auditan.
Transaksi
peminjaman dari auditan atau investasi pada auditan dapat mendorong auditor
menyajikan temuan audit yang berbeda dengan keadaan sebenarnya, terutama bila
temuan tersebut berpengaruh terhadap keuangannya.
Kompetensi
dan Kehati-hatian
Agar dapat
memberikan layanan audit yang berkualitas, auditor harus memiliki dan
mempertahankan kompetensi dan ketekunan. Untuk itu auditor harus selalu
meningkatkan pengetahuan dan keahlian profesinya pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa instansi tempat ia bekerja atau auditan
dapat menerima manfaat dari layanan profesinya berdasarkan pengembangan
praktik, ketentuan, dan teknik-teknik yang terbaru.
Berdasarkan
prinsip dasar ini, auditor hanya dapat melakukan suatu audit apabila ia
memiliki kompetensi yang diperlukan atau menggunakan bantuan tenaga ahli yang kompeten untuk melaksanakan tugas-tugasnya secara memuaskan.
Berkenaan dengan kompetensi, untuk dapat melakukan suatu penugasan
audit, auditor harus dapat memperoleh kompetensi melalui pendidikan dan
pelatihan yang relevan. Pendidikan dan pelatihan ini dapat bersifat umum dengan
standar tinggi yang diikuti dengan pendidikan khusus, sertifikasi, serta
pengalaman kerja. Kompetensi yang diperoleh ini harus selalu dipertahankan dan dikembangkan dengan terus-menerus mengikuti perkembangan
dalam profesi akuntansi, termasuk melalui penerbitan penerbitan nasional dan
internasional yang relevan dengan akuntansi, auditing, dan
keterampilan-keterampilan teknis lainnya.
Kerahasiaan
Auditor harus mampu menjaga kerahasiaan atas informasi yang diperolehnya
dalam melakukan audit, walaupun keseluruhan proses audit mungkin harus
dilakukan secara terbuka dan transparan
Dalam
prinsip kerahasiaan ini juga, auditor dilarang untuk menggunakan informasi yang dimilikinya untuk kepentingan pribadinya, misalnya
untuk memperoleh keuntungan finansial.
Prinsip
kerahasiaan tidak berlaku dalam situasi-situasi berikut:
–
Pengungkapan
yang diijinkan oleh pihak yang berwenang, seperti auditan dan instansi tempat
ia bekerja. Dalam melakukan pengungkapan ini, auditor harus mempertimbangkan
kepentingan seluruh pihak, tidak hanya dirinya, auditan, instansinya saja,
tetapi juga termasuk pihak-pihak lain yang mungkin terkena dampak dari
pengungkapan informasi ini.
–
Pengungkapan
yang diwajibkan berdasarkan peraturan perundangundangan, seperti tindak pidana
pencucian uang, tindakan KKN, dan tindakan melanggar hukum lainnya.
–
Pengungkapan
untuk kepentingan masyarakat yang dilindungi dengan undang-undang.
Bila auditor
memutuskan untuk mengungkapkan informasi karena situasisituasi di atas, ada tiga hal yang harus
dipertimbangkan, yaitu:
–
Fakta-fakta
yang diungkapkan telah mendapat dukungan bukti yang kuat atau adanya
pertimbangan profesional penentuan jenis pengungkapan ketika fakta-fakta
tersebut tidak didukung dengan bukti yang kuat.
–
Pihak-pihak yang menerima informasi adalah pihak yang tepat dan memiliki
tanggung jawab untuk bertindak atas dasar informasi tersebut.
–
Perlunya
nasihat hukum yang profesional atau konsultasi dengan organisasi yang tepat
sebelum melakukan pengungkapan informasi.
Ketepatan
Bertindak
Auditor
harus dapat bertindak konsisten dalam mempertahankan reputasi profesi serta
lembaga profesi akuntan sektor publik dan menahan diri dari setiap tindakan
yang dapat mendiskreditkan lembaga profesi atau dirinya sebagai auditor
profesional.
Tindakan-tindakan
yang tepat ini perlu dipromosikan melalui kepemimpinan dan keteladanan. Apabila
auditor mengetahui ada auditor lain melakukan tindakan yang tidak benar, maka
auditor tersebut harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk
melindungi masyarakat, profesi, lembaga profesi, instansi tempat ia bekerja dan anggota profesi lainnya dari tindakan-tindakan
auditor lain yang
tidak benar tersebut.
Untuk itu,
ia harus mengumpulkan bukti-bukti dari tindakan yang tidak benar tersebut dan
menuangkannya dalam suatu laporan yang dibuat secara jujur dan dapat
dipertahankan kebenarannya. Auditor kemudian melaporkan kepada pihak yang
berwenang atas tindakan yang tidak benar ini, misalnya kepada atasan dari
auditor yang melakukan tindakan yang tidak benar tersebut atau kepada pihak
yang berwajib apabila pelanggarannya menyangkut tindak pidana.
Standar
teknis dan professional
Auditor
harus melakukan audit sesuai dengan standar audit yang berlaku, yang meliputi
standar teknis dan profesional yang relevan. Standar ini ditetapkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia dan Pemerintah Republik Indonesia.
Pada
instansi-instansi audit publik, terdapat juga standar audit yang mereka
tetapkan dan berlaku bagi para auditornya, termasuk aturan perilaku yang
ditetapkan oleh instansi tempat ia bekerja.
Dalam hal
terdapat perbedaan dan/atau pertentangan antara standar audit dan aturan
profesi dengan standar audit dan aturan instansi, maka
permasalahannya dikembalikan kepada masing-masing lembaga penyusun
standar dan aturan tersebut.
Panduan Umum
Lainnya pada Aturan Etika IAI-KASP
Seperti
telah dikemukakan sebelumnya, panduan umum lainnya yang tercantum dalam aturan
etika IAI-KASP terdiri dari empat hal yaitu :
–
panduan good
governance dari organisasi/instansi tempat auditor bekerja,
–
panduan
identifikasi pertentangan kepentingan,
–
panduan atas
pemberian fasilitas dan hadiah, dan
–
panduan
penerapan aturan etika bagi auditor yang bekerja di luar wilayah hukum aturan
etika.
Good
Governance
Auditor
diharapkan mendukung penerapan good governance pada organisasi atau instansi
tempat ia bekerja, yang meliputi prinsip-prinsip berikut:
–
Tidak mementingkan diri sendiri
–
Integritas
–
Obyektivitas
–
Akuntabilitas
–
Keterbukaan
–
Kejujuran
–
Kepemimpinan
Struktur dan
proses organisasi atau instansi tempat ia bekerja harus memiliki hal-hal
berikut yaitu: akuntabilitas keberadaan organisasi, akuntabilitas penggunaan
dana publik, komunikasi dengan stakeholders, dan peran dan tanggung jawab dan
keseimbangan kekuasaan antara stakeholders dan pengelola.
Instansinya
juga harus memiliki mekanisme pelaporan keuangan dan pengendalian intern yang
mencakup: pelaporan tahunan, manajemen risiko dan audit internal, komite audit,
komite penelaah kinerja, dan audit eksternal. Instansinya juga harus memiliki
standar perilaku yang mencakup kepemimpinan dan aturan
perilaku.
Pertentangan
Kepentingan
Beberapa hal
yang tercantum dalam aturan etika yang dapat mengindikasikan adanya
pertentangan kepentingan yang dihadapi oleh auditor sektor publik adalah:
1.
Adanya tekanan dari atasan, rekan kerja, maupun auditan di tempat kerja
(instansinya).
2.
Adanya
tekanan dari pihak luar seperti keluarga atau relasi.
3.
Adanya
tuntutan untuk bertindak yang tidak sesuai dengan standar atau aturan.
4.
Adanya
tuntutan loyalitas kepada organisasi atau atasan yang bertentangan dengan kepatuhan atas standar profesi.
5.
Adanya
publikasi informasi yang bias sehingga menguntungkan instansinya.
6.
Adanya
peluang untuk memperoleh keuntungan pribadi atas beban instansi tempat ia bekerja atau auditan.
Fasilitas
dan Hadiah
Auditor
dapat menerima fasilitas atau hadiah dari pihak-pihak yang memiliki atau akan
memiliki hubungan kontraktual dengannya dengan mengacu dan memperhatikan
seluruh peraturan perundang-undangan mengenai tindak pidana korupsi, dengan
melakukan tindakan-tindakan berikut:
1.
Melakukan
pertimbangan atau penerimaan fasilitas atau hadiah yang normal dan masuk akal,
artinya auditor juga akan menerima hal yang sama pada instansi tempat ia
bekerja apabila ia melakukan hal yang sama.
2.
Meyakinkan
diri bahwa besarnya pemberian tidak menimbulkan persepsi masyarakat bahwa
auditor akan terpengaruh oleh pemberian tersebut.
3.
Mencatat
semua tawaran pemberian fasilitas atau hadiah, baik yang diterima maupun yang
ditolak, dan melaporkan catatan tersebut.
4.
Menolak
tawaran-tawaran fasilitas atau hadiah yang meragukan
Pemberlakuan
Aturan Etika bagi Auditor yang Bekerja di Luar Negeri
Pada
dasarnya auditor harus menerapkan aturan yang paling keras apabila auditor
dihadapkan pada dua aturan berbeda yang berlaku ketika ia bekerja di luar
negeri, yaitu aturan etika profesinya di Indonesia dan aturan etika yang
berlaku di luar negeri.
.
Independensi
Auditor
Sesuai
dengan etika profesi, akuntan yang berpraktik sebagai auditor dipersyaratkan
memiliki sikap independensi dalam setiap pelaksanaan audit.
Dalam
kaitannya dengan auditor, independensi umumnya didefinisikan dengan mengacu kepada kebebasan dari hubungan (freedom from relationship) yang merusak atau
tampaknya merusak kemampuan akuntan untuk menerapkan obyektivitas. Jadi,
independensi diartikan sebagai kondisi agar obyektivitas dapat diterapkan.
Selain itu,
terdapat pengertian lain tentang independensi yang berarti cara pandang yang tidak memihak di dalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan, dan penyusunan laporan audit. Independensi harus dipandang
sebagai salah satu ciri auditor yang paling penting.
Alasannya
adalah begitu banyak pihak yang menggantungkan kepercayaannya kepada kelayakan
laporan keuangan berdasarkan laporan auditor yang tidak memihak.
Independensi
dan Profesionalisme Seorang akuntan yang profesional seharusnya tidak
menggunakan pertimbangannya hanya untuk kepuasan auditan. Dalam realitas
auditor, setiap pertimbangan mengenai kepentingan auditan harus
disubordinasikan kepada kewajiban atau tanggung jawab yang lebih besar yaitu
kewajiban terhadap pihak-pihak ketiga dan kepada publik. Prinsip kunci dari
seluruh gagasan profesionalisme adalah bahwa seorang profesional memiliki
pengalaman dan kemampuan mengenali/memahami bidang tertentu yang lebih tinggi
dari auditan. Oleh karena itu, profesional tersebut seharusnya tidak mensubordinasikan
pertimbangannya kepada keinginan auditan.
Sikap mental
independen harus meliputi independen dalam fakta (in fact) maupun dalam
penampilan (in appearance).
Independensi
dalam kenyataan akan ada apabila pada kenyataannya auditor mampu mempertahankan
sikap yang tidak memihak sepanjang pelaksanaan audit.
Independen
dalam penampilan berarti hasil interpretasi pihak lain mengenai independensi.
Apabila auditor memiliki sikap independen dalam kenyataan tetapi pihak lain
yang berkepentingan yakin bahwa auditor tersebut adalah penasihat auditan maka
sebagian besar nilai fungsi auditnya akan sia-sia.
Independensi dalam Kenyataan
Independensi
dalam kenyataan merupakan salah satu aspek paling sulit dari etika dalam
profesi akuntansi. Kebanyakan auditor siap untuk menegaskan bahwa untuk
sebagian besar independensi dalam kenyataan merupakan norma dalam kehidupan
sehari-hari seorang profesional. Namun mereka gagal
untuk memberikan bukti penegasan ini atau bahkan untuk menjelaskan
mengapa mereka percaya bahwa hal itu benar demikian Adalah hal yang sulit untuk
membedakan sifat-sifat utama yang diperlukan untuk independensi dalam
kenyataan. Audit dikatakan gagal jika seorang auditor memberikan pendapat
kepada pihak ketiga bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan
standar akuntansi yang berlaku umum padahal dalam kenyataannya tidak demikian.
Seringkali kegagalan audit disebabkan oleh tidak adanya independensi.
Contoh tidak
adanya independensi dalam kenyataan adalah tidak adanya obyektivitas dan
skeptisisme, menyetujui pembatasan penting yang diajukan auditan atas ruang
lingkup audit atau dengan tidak melakukan evaluasi kritis terhadap transaksi
auditan. Beberapa pihak juga percaya bahwa ketidakkompetenan merupakan
perwujudan dari tiadanya independensi dalam kenyataan.
Independensi dalam Penampilan
Independensi
dalam penampilan mengacu kepada interpretasi atau persepsi orang mengenai
independensi auditor. Sebagian besar nilai laporan audit berasal dari status
independensi dari auditor. Oleh karena itu, jika auditor adalah independen
dalam kenyataan, tetapi masyarakat umum percaya bahwa auditor berpihak kepada auditan, maka sebagian nilai fungsi audit akan
hilang.
Adanya
persepsi mengenai tidak adanya independensi dalam kenyataan tidak hanya
menurunkan nilai laporan audit tetapi dapat juga memiliki pengaruh buruk
terhadap profesi. Auditor berperan untuk memberikan suatu pendapat yang tidak
bias pada informasi keuangan yang dilaporkan berdasarkan pertimbangan
profesional. Jika auditor secara keseluruhan tidak dianggap independen, maka
validitas peran auditor di dalam masyarakat akan terancam. Kredibilitas profesi
pada akhirnya bergantung kepada persepsi masyarakat mengenai independensi
(independensi dalam penampilan), bukan independensi dalam kenyataan.
KKN dan
Tindakan Melanggar Hukum Lainnya
Korupsi, yang di era reformasi ini disandingkan
dengan dua jenis tindakan lainnya yaitu kolusi dan nepotisme, merupakan
isu etika yang sangat menonjol dan mendapatkan banyak perhatian. Secara ekonomi
dan politik, korupsi dinilai memiliki dampak yang luar biasa karena menghambat
pertumbuhan ekonomi dan demokrasi.
Oleh sebab
itu, Indonesia telah membentuk kerangka dan
kelembagaan untuk memberantas korupsi. Terakhir, pemerintah telah membentuk Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) sebuah lembaga independen anti-korupsi.
Dari sudut
pandang etika, korupsi dalam konteks administrasi publik didefinisikan sebagai
penggunaan jabatan, posisi, fasilitas atau sumber daya publik untuk kepentingan
atau keuntungan pribadi. Dengan demikian, korupsi pada dasarnya merupakan
pelanggaran terhadap kepercayaan publik yang diberikan kepada pegawai atau
pejabat publik.
Kepentingan
atau keuntungan pribadi dalam definisi tersebut
tidak terbatas pada keuntungan keuangan, tetapi meliputi juga semua jenis manfaat
sekali pun tidak secara langsung berkaitan dengan diri pegawai atau pejabat
publik yang bersangkutan.
Dari
definisi tersebut, maka sebenarnya banyak sekali tindakan pegawai atau pejabat
publik yang dapat dikategorikan korupsi.
Contohnya
adalah pembelian atau pembayaran fiktif, mark up harga pembelian, penerimaan
suap, mangkir kerja dan penerimaan hadiah, parcel atau sumbangan.
Perbuatan-perbuatan tersebut melanggar sumpah dan janji pegawai negeri dan
sekaligus melanggar prinsip-prinsip etika seperti kejujuran, keadilan,
obyektivitas dan legalitas.
Dari sudut
pandang hukum, sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1971
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Tindak
Pidana Korupsi, korupsi merupakan tindak pidana yang diartikan sebagai
perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri, orang
lain atau korporasi, yang dapat merugikan negara atau perekonomian
negara.
Dengan
demikian, secara hukum suatu tindakan dapat dikategorikan sebagai korupsi jika
memenuhi tiga kondisi, yaitu:
1.
melawan
hukum,
2.
menguntungkan
diri sendiri,
3.
merugikan
negara.
Selain itu,
termasuk pula korupsi adalah penyalahgunaan wewenang, kesempatan dan sarana
yang ada karena jabatan atau kedudukan untuk menguntungkan diri sendiri, orang
lain atau korporasi, dan perbuatan tersebut merugikan negara
Dalam era
reformasi sekarang ini, penggunaan istilah korupsi selalu disandingkan dengan
kata kolusi dan nepotisme. Kolusi, seperti halnya definisi yang digunakan dalam
Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, mengacu kepada permufakatan atau
kerja sama (secara melawan hukum) dengan sesama pegawai atau pejabat publik
atau dengan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat, dan atau negara.
Sementara
itu, nepotisme diartikan sebagai perbuatan oleh pegawai/pejabat publik (secara
melawan hukum) yang menguntungkan keluarganya dan atau kroninya di atas
kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
Dalam
konteks administrasi publik, kolusi dan nepotisme
merupakan bentuk pelanggaran etika pelayanan publik, dan sebenarnya keduanya
dapat dipandang sebagai bentuk-bentuk dari tindakan korupsi, atau sebagai
bagian dari tindak korupsi.
Pengendalian
Mutu Audit
Hasil audit
diperlukan oleh berbagai pihak sebagai pertimbangan dalam membuat keputusan.
Opini auditor yang tidak akurat akan memberikan dampak yang buruk. Karenanya,
timbul suatu kebutuhan untuk menjaga kualitas laporan audit sehingga mencegah
pengambilan keputusan yang kurang tepat.
Dalam
penugasan audit, auditor harus mematuhi standar audit. Oleh karena itu,
organisasi pemeriksa harus membuat kebijakan dan prosedur pengendalian mutu
untuk memberikan keyakinan memadai tentang kesesuaian penugasan audit dengan
standar audit.
Pengendalian
mutu terdiri metode yang digunakan untuk meyakinkan bahwa organisasi pemeriksa
telah menerapkan dan mematuhi kemahiran profesionalnya, termasuk standar,
kebijakan dan prosedur pemeriksaan secara memadai.
Pengendalian
mutu berhubungan erat, tetapi tidak sama dengan standar audit. Pengendalian
mutu adalah prosedur yang digunakan organisasi pemeriksa di setiap penugasan
audit untuk membantu mereka memenuhi standar audit
secara konsisten. Oleh karena itu, pengendalian mutu ditujukan untuk
organisasi pemeriksa secara keseluruhan, sedangkan audit standar berlaku untuk
setiap penugasan audit.
Sifat dan
lingkup sistem pengendalian mutu organisasi pemeriksa sangat tergantung pada
beberapa faktor, seperti ukuran dan tingkat otonomi kegiatan yang diberikan
kepada staf dan organisasi pemeriksa, sifat pekerjaan, struktur organisasi,
pertimbangan mengenai biaya dan manfaatnya.
Kepatuhan
Terhadap Kode Etik
Masa depan profesi komputasi
tergantung pada keunggulan teknis dan etis. Tidak hanya penting bagi para
profesional komputasi ACM untuk mematuhi prinsip-prinsip yang dinyatakan dalam
Kode Etik ini, setiap anggota harus mendorong dan mendukung kepatuhan oleh
anggota lain.
Kepatuhan profesional untuk kode etik
sebagian besar masalah sukarela. Namun, jika anggota tidak mengikuti kode ini
dengan terlibat dalam perbuatan kotor, keanggotaan dalam ACM mungkin
dihentikan.
Kode
Etik Auditor
Pengertian
Kode etik adalah nilai-nilai, norma-norma, atau kaidah-kaidah untuk mengatur
perilaku moral dari suatu profesi melalui ketentuan-ketentuan tertulis yg harus
dipenuhi dan ditaati setiap anggota profesi.
Isi Kode
Etik
·
Karena kode etik merupakan wujud dari komitmen moral
organisasi, maka kode etik harus berisi :
-
mengenai apa yang boleh dan
-
apa yang tidak
boleh dilakukan oleh anggota profesi,
-
apa yang harus
didahulukan dan
-
apa yang boleh
dikorbankan oleh profesi ketika menghadapi situasi
konflik atau dilematis,
-
tujuan dan
cita-cita luhur profesi, dan
-
bahkan sanksi yang akan dikenakan kepada anggota
profesi yang melanggar kode etik.
Tujuan Utama
Kode Etik
•
Terdapat dua tujuan utama dari kode etik.
-
Kode etik bertujuan melindungi kepentingan masyarakat dari kemungkinan kelalaian, kesalahan atau
pelecehan, baik disengaja maupun tidak disengaja oleh anggota profesi.
-
Kode etik bermaksud melindungi keluhuran profesi dari
perilaku perilaku menyimpang oleh anggota profesi.
Syarat Kode
Etik Optimal
•
Agar kode etik dapat berfungsi dengan optimal, minimal
ada 2 (dua) syarat yang harus dipenuhi.
-
Kode etik harus dibuat oleh profesinya sendiri. Kode etik tidak akan
efektif apabila ditentukan oleh pemerintah atau instansi di luar profesi itu.
-
Pelaksanaan kode etik harus diawasi secara
terus-menerus. Setiap pelanggaran akan dievaluasi dan diambil tindakan oleh
suatu dewan yang khusus dibentuk.
Faktor
Yang Mempengaruhi Produk ataupun Produktivitas Auditor
1.
Komunikasi team
Meningkatnya ukuran produk yang dihasilkan akan menurunkan
produktivitas auditor akibat meningkatnya kerumitan antara komponen-komponen
program dan akibat meningkatnyakomunikasi yang perlu dilakukan antara auditor,
manajer,dan pelanggan.
2.
Kerumitan produk
Tiga level kerumitan produk : program aplikasi, program utility,
program level sistem.
3.
Kendali perubahan
Perubahan terhadap produk harus tetap meminta persetujuan
manajer sebagai penanggung jawab proyek. Dampak perubahan harus dapat
ditelusuri, diuji, dan didokumentasikan.
4.
Tingkat keandalan
Setiap produk harus mempunyai keandalan standar. Peningkatan
keandalan dihasilkan melalui perhatian yang sangat besar pada tahap analisa.
Peningkatan keandalan akan menurunkan produktivitas.
5.
Pemahaman permasalahan
Pelanggan adalah penyumbang utama terhadap kegagalan dalam
memahami masalah adalah : tidak memahami permasalahan perusahaannya, mengerti
kemampuan dan keterbatasan komputer, tidak mempunyai pengetahuan dasar tentang
logika dan algoritma, software engineer tidak memahami lapangan aplikasi, gagal
mendapatkan informasi kebutuhan pelanggan karena pelanggan bukan seorang end
user.
6.
Persyaratan keterampilan
Berbagai keterampilan harus ada dalam sebuah proyek perangkat
lunak,misalnya: keterampilan berkomunikasi dengan pelanggan untuk memastikan
keinginannya dengansejelas-jelasnya, kemampuan dalam pendefinisian masalah dan
perancangan, kemampuan implementasi dengan penulisan program yang benar,
kemampuan debugging secara deduktif dengan kerangka ³what if ´, dokumentasi,
kemampuan bekerja dengan pelanggan, semua keterampilan tersebut harus senantiasa
dilatih.
7.
Fasilitas dan sumberdaya
Fasilitas non teknis yang tetap perlu diperhatikan yang
berkaitan dengan motivasi auditor misalnya : mesin yang baik, serta tempat yang
tenang, atau ruang kerjanya dapat ditata secara pribadi.
8.
Pelatihan yang cukup
Banyak auditor yang dilati dalam bidang-bidang : ilmu komputer,
teknik elektro, akuntansi,matematika, tetapi jarang yang mendapat pelatihan
dalam bidang teknik perangkat lunak.
Sikap Auditor Terhadap
Klien
- Mempunyai
sikap dan kepribadian baik, komunikatif, mudah beradaptasi dengan
lingkungan kerja, cekatan dan fleksibel.
- Mampu
bekerja berorientasi jadwal, mengatur pekerjaan multiple project dan
bekerja sama dalam team.
- Membuat
kontrak kerja dengan klien.
- Menyukai
dan mengerti dasar-dasar pemrograman.
BAB 3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kode Etik
dapat diartikan pola
aturan, tata cara,
tanda, pedoman etis dalam
melakukan suatu kegiatan
atau pekerjaan. Seperti halnya
pekerjaan yang lainnya, auditor sebagai
pembuat sebuah program
bagi pengguna komputer juga memiliki kode etik seperti 14 poin yang terpampang
di pembahasan.
Auditor Komputer
yang memiliki interaksi
secara langsung maupun tidak
langsung dengan pengguna
hasil ciptaannya tentu saja
harus memiliki ketrampilan
yang memadai, kewajiban yang
harus dipenuhi, dan
juga etika terhadap klain
agar tidak merugikan
pihak lain serta senantiasa memuaskan para pengguna
computer.
3.2
Saran
Dalam pelaksanaan
penegakan hukum di bidang Teknologi Sistem Informasi pemerintah hendaknya lebih
tegas untuk menindak pelaku kejahatan sehingga adanya efek jera yang dapat
mengurangi atau memberantas tindak pelanggaran penggunaan teknologi informasi
dan komunikasi. Kitasebagai pengguna Teknologi Informasi selayaknya mematuhi
dan ikut mengawasi pengguna lain agar tercipta kesadaraan akan etika dalam
penggunaan tekonologi informasi.
DAFTAR PUSTAKA
http://dokumen.tips/education/tugas-presentasi-etika-dan-profesi-tentang-etika-seorang-auditor.html
https://www.academia.edu/16945170/ETIKA_PROFESI_AUDITOR