Minggu, 08 Maret 2015

MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015

Pelaksanaan kesepakatan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau disebut  dengan Asean Economic Community (AEC) pada 2015 sudah di depan mata. Tantangan perekonomian Indonesia adalah bagaimana meningkatkan kualitas  produk dalam negeri agar mampu bersaing dengan produk yang dihasilkan negara-negara ASEAN lainnya.
Sebuah kompetisi perekonomian akan dimulai, setiap negara saling berlomba-lomba meningkatkan daya saing produk masing-masing. Di setiap kompetisi akan  akan ada pemenang dan yang kalah. Jika daya saing Indonesia,  maka akan menjadi sasaran empuk masuknya produk-produk anggota negara Asean.
Jumlah penduduk Indonesia yang  terbanyak  di kawasan Asia Tenggara, begitu pula warga Muslim merupakan mayoritas dan terbanyak, sedangkan  SDA (Sumber Daya Alam) yang  berlimpah ruah menjadikan Indonesia sebagai pusat perhatian daaan incaran negara lain.
Menurut Kementrian Perindustrian Indonesia dengan jumlah penduduk Indonesia  mencapai 40,6 persen dari keseluruhan penduduk ASEAN yang berjumlah 612 juta orang. Indonesia merupakan pangsa pasar yang sangat besar, namun apabila tidak mengambil sikap yang benar maka Indonesia hanya akan dijadikan tempat penampungan produk  negara-negara lainnya.
Menurut Pakar ekonomi senior, Prof. Drs. Dawam Rahardjo meskipun Indonesia memiliki sumber daya alam yang kaya,  Indonesia tidak memiliki modal, sehingga harus meminjam modal ke negara-negara asing. Konsekuensinya, Indonesia masih tergantung pada negara-negara asing.
Tantangan utama yang dialami Indonesia di antaranya rendahnya  produktivitas, kesenjangan pertumbuhan ekonomi, kendala infrastruktur dan kendala sumberdaya pendukung. Tantangan yang dihadapi perekonomian Indonesia juga terkait krisis ekonomi  yang melanda dunia saat ini yang terjadi antara lain akibat berlakunya   sistem perekonomian kapitalis  yang memberikan kebebasan secara penuh kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti memproduksi barang, manjual barang, menyalurkan barang.
Perekonomian Kapitalisme muncul bersamaan dengan munculnya ideologi baru pemikiran Barat yaitu liberalisme dengan menggunakan sistem ribawi dan kekuasaan perekonomian,  penumpukkan harta, serta hanya meraup keuntungan duniawi saja.
Pengaruh kegagalan ekonomi kapitalisme berdampak pada terjadinya krisis ekonomi terus berulang, tingkat inflasi dan pengangguran tinggi, defisit anggaran, neraca perdagangan dan volatilitas nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan bursa saham.
Badan Pusat Statistik (BPS) melansir jumlah penduduk miskin yang tercatat hingga September 2013 sebanyak 28,55 juta orang (11,47 persen dari total penduduk Indonesia), atau mengalami peningkatan 480.000 orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2013 yang mencapai 28,07 juta orang atau 11,37 persen dari populasi rakyat Indonesia hidup dalam kemiskinan dan menurunnya kesehatan dengan meningkatnya anak-anak kekurangan gizi di berbagai daerah karena faktor ekonomi.
Menurut Trading Economics tingkat pengangguran pada Maret 2014 mencapai 6,25 persen pada sebelumnya mencapai 5,92 persen . Mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Rizal Ramli menyatakan, jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 30 persen dari seluruh angkatan kerja.
Jumlah Pengangguran dan kemiskinan yang tinggi mengakibatkan buruknya status gizi anak Indonesia. Jumlah anak kekurangan gizi dan berbadan pendek paling banyak ditemukan di Indonesia (penelitian SEANUTS dengan Perhimpunan Ahli Gizi Indonesia).
Hutang Indonesia semakin lama semakin banyak. Data Bank Indonesia menunjukkan,  hingga Oktober 2013 hutang luar negeri pemerintah dan swasta Indonesia mencapai USD 262,4 miliar (setara Rp 3.204 triliun).
Angka ini terus naik dibanding pada September 2013 ketika total utang luar negeri Indonesia USD 259,9 miliar. Menurut data bank sentral, utang luar negeri tersebut terbagi menjadi utang luar negeri pemerintah dan bank sentral mencapai USD 125,8 miliar serta utang swasta sebesar USD 136,6 miliar.
Indonesia akan terjebak dan akan masuk ke dalam jebakan hutang yang disebabkan oleh jebakan perdagangan, karena kita harus mengimpor bahan baku dan teknologi dari asing. Dengan demikian Negara Indonesia belum mampu menciptakan lapangan kerja yang maskimal masih banyaknya penganngguran dan kemiskinan serta banyak buruh migran mengalami diskriminasi dan eksploitasi  terhadap Negara lain akibat kurangnya perhatian dan kepedulian dari pemerintah terhadap faktor-faktor tersebut.
Menurut Ainul Hayat, pengamat etika administrasi bisnis dari Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya (FIA UB) Malang, mengatakan dari publikasi hasil survei terhadap 1.500 pengusaha ekspatriat oleh Political and Economic Risk Consultancy (PERC) lembaga peringkat yang berbasis di Hongkong menempatkan Indonesia di urutan kedua bersama Thailand.
Menurut data yang diperoleh seperti dikatakan Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS, Ketua Dewan Pakar ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia) bahwa daya saing ekonomi Indonesia pada tahun 2013 tercatat Negara Indonesia di Posisi 38 dari 148 negara yang disurvei (World Competitiveness Year Book, 2013-2014) dan Tahun 2013 Indonesia masih berada di urutan ke 5 dari negara Negara Asean (Singapura, Malaysia, Brunei Darusalam, Thailand dan Indonesia).
Penyebab ketinggalan Indonesia dengan ketertinggalan pada investasi dan teknologi asing, Ekonomi terlalu dominan berbasis pada SDA mentah bukan pada inovasi dan proses penciptaan nilai tambah, pertumbuhan ekonomi kurang berkualitas dan dan inklusif, impor produk berteknologi tinggi nilai impor lebih besar dari pada  nilai ekspor (deficit).
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Nilai ekspor Indonesia Januari 2014 mencapai US$14,48 miliar atau mengalami penurunan sebesar 14,63 persen dibanding ekspor Desember 2013. Demikian juga bila dibanding Januari 2013 mengalami penurunan sebesar 5,79 persen.
Menurut data World bank, 2013 bahwa Ekspor semakin didominasi komoditas primer, suku bunga pinjaman Indonesia  pada tahun 2013 mencapai 13% .Peneliti Junior  Bank Indonesia, Ali Sakti, S.E., M.Ec mengatakan persiapan Indonesia menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) sudah mencapai lebih  delapan puluh persen dan MEA memiliki working group yang akan terus memonitoring perkembangan keuangansetiap Negara Asean di pasar global.
Integrasi Pasar keuangan Asean semakin kuat pada tahun 2020, sehingga Indonesia masih punya waktu dari sekarang untuk mengelola keuangan dan perekonomian Indonesia dengan lebih baik lagi
Indonesia segera akan bergabung dalam  masyarakat ekonomi ASEAN (AEC) 2015. Ini bisa menjadi peluang sekaligus hambatan.  Jika kita tidak siap maka justru produk dari negara ASEAN lainnya yang akan menyerbu Indonesia. Saat ini pun, banyak produk impor yang masuk ke Indonesia.
Dalam beberapa hal, Indonesia dinilai belum siap menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Hal itu disebabkan daya saing ekonomi nasional dan daerah belum siap. Keterbatasan infrastruktur dalam negeri  juga menjadi masalah krusial di masa mendatang. Persoalan ini tentunya harus diselesaikan oleh pemerintah dalam jangka waktu dekat ini.

Jadi menurut pendapat saya dengan adanya MEA di tahun 2015 ini , Indonesia mulai dari sekarang harus mengelola keuangan dan perekonomian dengan lebih baik lagi . SDM harus ditingkatkan , pemerataan kesejahteraan masyarakat ,pertumbuhan perekonomian kedepannya dengan pemerataan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa Indonesia  sehingga kita harus benahi pertumbuhan ekonomi karena sangat penting tapi jangan melupakan kemakmuran kondisi rakyat Indonesia dengan mendukung UKM (Usaha Kecil Menengah) dalam mengembangkan perkoperasian Indonesia.
Masa depan Indonesia khususnya pada sektor perekonomian tergantung pada rakyat dan bangsa Indonesia sendiri, mulai dari pemimpin yang berkualitas, komitmen dan kepedulian pemerintah pada suatu bangsa dalam membantu memberdayakan perkonomian rakyat sampai tingkat pertumbuhan usaha mikropun harus dibenahi. 

http://mirajnews.com/id/artikel/opini/apakah-indonesia-siap-hadapi-jelang-mea-2015/

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.