Pelaksanaan kesepakatan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau disebut
dengan Asean Economic Community (AEC) pada 2015 sudah di depan mata.
Tantangan perekonomian Indonesia adalah bagaimana meningkatkan kualitas
produk dalam negeri agar mampu bersaing dengan produk yang dihasilkan
negara-negara ASEAN lainnya.
Sebuah kompetisi perekonomian akan
dimulai, setiap negara saling berlomba-lomba meningkatkan daya saing
produk masing-masing. Di setiap kompetisi akan akan ada pemenang dan
yang kalah. Jika daya saing Indonesia, maka akan menjadi sasaran empuk
masuknya produk-produk anggota negara Asean.
Jumlah penduduk
Indonesia yang terbanyak di kawasan Asia Tenggara, begitu pula warga
Muslim merupakan mayoritas dan terbanyak, sedangkan SDA (Sumber Daya
Alam) yang berlimpah ruah menjadikan Indonesia sebagai pusat perhatian
daaan incaran negara lain.
Menurut Kementrian Perindustrian
Indonesia dengan jumlah penduduk Indonesia mencapai 40,6 persen dari
keseluruhan penduduk ASEAN yang berjumlah 612 juta orang. Indonesia
merupakan pangsa pasar yang sangat besar, namun apabila tidak mengambil
sikap yang benar maka Indonesia hanya akan dijadikan tempat penampungan
produk negara-negara lainnya.
Menurut Pakar ekonomi senior, Prof.
Drs. Dawam Rahardjo meskipun Indonesia memiliki sumber daya alam yang
kaya, Indonesia tidak memiliki modal, sehingga harus meminjam modal ke
negara-negara asing. Konsekuensinya, Indonesia masih tergantung pada
negara-negara asing.
Tantangan utama yang dialami Indonesia di
antaranya rendahnya produktivitas, kesenjangan pertumbuhan ekonomi,
kendala infrastruktur dan kendala sumberdaya pendukung. Tantangan yang
dihadapi perekonomian Indonesia juga terkait krisis ekonomi yang
melanda dunia saat ini yang terjadi antara lain akibat berlakunya
sistem perekonomian kapitalis yang memberikan kebebasan secara penuh
kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti
memproduksi barang, manjual barang, menyalurkan barang.
Perekonomian
Kapitalisme muncul bersamaan dengan munculnya ideologi baru pemikiran
Barat yaitu liberalisme dengan menggunakan sistem ribawi dan kekuasaan
perekonomian, penumpukkan harta, serta hanya meraup keuntungan duniawi
saja.
Pengaruh kegagalan ekonomi kapitalisme berdampak pada
terjadinya krisis ekonomi terus berulang, tingkat inflasi dan
pengangguran tinggi, defisit anggaran, neraca perdagangan dan
volatilitas nilai tukar mata uang, harga komoditas, dan bursa saham.
Badan
Pusat Statistik (BPS) melansir jumlah penduduk miskin yang tercatat
hingga September 2013 sebanyak 28,55 juta orang (11,47 persen dari total
penduduk Indonesia), atau mengalami peningkatan 480.000 orang
dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2013 yang mencapai 28,07
juta orang atau 11,37 persen dari populasi rakyat Indonesia hidup dalam
kemiskinan dan menurunnya kesehatan dengan meningkatnya anak-anak
kekurangan gizi di berbagai daerah karena faktor ekonomi.
Menurut
Trading Economics tingkat pengangguran pada Maret 2014 mencapai 6,25
persen pada sebelumnya mencapai 5,92 persen . Mantan Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian, Rizal Ramli menyatakan, jumlah pengangguran di
Indonesia mencapai 30 persen dari seluruh angkatan kerja.
Jumlah
Pengangguran dan kemiskinan yang tinggi mengakibatkan buruknya status
gizi anak Indonesia. Jumlah anak kekurangan gizi dan berbadan pendek
paling banyak ditemukan di Indonesia (penelitian SEANUTS dengan
Perhimpunan Ahli Gizi Indonesia).
Hutang Indonesia semakin lama
semakin banyak. Data Bank Indonesia menunjukkan, hingga Oktober 2013
hutang luar negeri pemerintah dan swasta Indonesia mencapai USD 262,4
miliar (setara Rp 3.204 triliun).
Angka ini terus naik dibanding
pada September 2013 ketika total utang luar negeri Indonesia USD 259,9
miliar. Menurut data bank sentral, utang luar negeri tersebut terbagi
menjadi utang luar negeri pemerintah dan bank sentral mencapai USD 125,8
miliar serta utang swasta sebesar USD 136,6 miliar.
Indonesia
akan terjebak dan akan masuk ke dalam jebakan hutang yang disebabkan
oleh jebakan perdagangan, karena kita harus mengimpor bahan baku dan
teknologi dari asing. Dengan demikian Negara Indonesia belum mampu
menciptakan lapangan kerja yang maskimal masih banyaknya penganngguran
dan kemiskinan serta banyak buruh migran mengalami diskriminasi dan
eksploitasi terhadap Negara lain akibat kurangnya perhatian dan
kepedulian dari pemerintah terhadap faktor-faktor tersebut.
Menurut
Ainul Hayat, pengamat etika administrasi bisnis dari Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya (FIA UB) Malang, mengatakan dari
publikasi hasil survei terhadap 1.500 pengusaha ekspatriat oleh
Political and Economic Risk Consultancy (PERC) lembaga peringkat yang
berbasis di Hongkong menempatkan Indonesia di urutan kedua bersama
Thailand.
Menurut data yang diperoleh seperti dikatakan Prof. Dr.
Ir. Rokhmin Dahuri, MS, Ketua Dewan Pakar ICMI (Ikatan Cendikiawan
Muslim Indonesia) bahwa daya saing ekonomi Indonesia pada tahun 2013
tercatat Negara Indonesia di Posisi 38 dari 148 negara yang disurvei
(World Competitiveness Year Book, 2013-2014) dan Tahun 2013 Indonesia
masih berada di urutan ke 5 dari negara Negara Asean (Singapura,
Malaysia, Brunei Darusalam, Thailand dan Indonesia).
Penyebab
ketinggalan Indonesia dengan ketertinggalan pada investasi dan teknologi
asing, Ekonomi terlalu dominan berbasis pada SDA mentah bukan pada
inovasi dan proses penciptaan nilai tambah, pertumbuhan ekonomi kurang
berkualitas dan dan inklusif, impor produk berteknologi tinggi nilai
impor lebih besar dari pada nilai ekspor (deficit).
Menurut Badan
Pusat Statistik (BPS) Nilai ekspor Indonesia Januari 2014 mencapai
US$14,48 miliar atau mengalami penurunan sebesar 14,63 persen dibanding
ekspor Desember 2013. Demikian juga bila dibanding Januari 2013
mengalami penurunan sebesar 5,79 persen.
Menurut data World bank,
2013 bahwa Ekspor semakin didominasi komoditas primer, suku bunga
pinjaman Indonesia pada tahun 2013 mencapai 13% .Peneliti
Junior Bank Indonesia, Ali Sakti, S.E., M.Ec mengatakan persiapan
Indonesia menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) sudah mencapai
lebih delapan puluh persen dan MEA memiliki working group yang akan
terus memonitoring perkembangan keuangansetiap Negara Asean di pasar
global.
Integrasi Pasar keuangan Asean semakin kuat pada tahun
2020, sehingga Indonesia masih punya waktu dari sekarang untuk mengelola
keuangan dan perekonomian Indonesia dengan lebih baik lagi
Indonesia
segera akan bergabung dalam masyarakat ekonomi ASEAN (AEC) 2015. Ini
bisa menjadi peluang sekaligus hambatan. Jika kita tidak siap maka
justru produk dari negara ASEAN lainnya yang akan menyerbu Indonesia.
Saat ini pun, banyak produk impor yang masuk ke Indonesia.
Dalam
beberapa hal, Indonesia dinilai belum siap menghadapi Masyarakat Ekonomi
ASEAN 2015. Hal itu disebabkan daya saing ekonomi nasional dan daerah
belum siap. Keterbatasan infrastruktur dalam negeri juga menjadi
masalah krusial di masa mendatang. Persoalan ini tentunya harus
diselesaikan oleh pemerintah dalam jangka waktu dekat ini.
Jadi menurut pendapat saya dengan adanya MEA di tahun 2015 ini , Indonesia mulai dari sekarang harus mengelola keuangan dan perekonomian dengan lebih baik lagi . SDM harus ditingkatkan , pemerataan kesejahteraan masyarakat ,pertumbuhan perekonomian
kedepannya dengan pemerataan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa
Indonesia sehingga kita harus benahi pertumbuhan ekonomi karena sangat
penting tapi jangan melupakan kemakmuran kondisi rakyat Indonesia dengan
mendukung UKM (Usaha Kecil Menengah) dalam mengembangkan perkoperasian
Indonesia.
Masa depan Indonesia khususnya pada sektor perekonomian
tergantung pada rakyat dan bangsa Indonesia sendiri, mulai dari
pemimpin yang berkualitas, komitmen dan kepedulian pemerintah pada suatu
bangsa dalam membantu memberdayakan perkonomian rakyat sampai tingkat
pertumbuhan usaha mikropun harus dibenahi.
http://mirajnews.com/id/artikel/opini/apakah-indonesia-siap-hadapi-jelang-mea-2015/